Jember- Sistem ekonomi syaraiah dinilai sebagai system perekonomian yang tahan terhadap krisis. Hal tersebut dikarenakan system ekonomi syariah lebih condong terhadap pemerataan ekonomi masyarakat. Demikian disampaikan, PJ Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jember, Gde Agus Dwi Jayakusuma.
Kepada sejumlah wartawan, Gde menyampaikan, perbedaan mencolok dari Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional. Salah satunya ialah terkait perjanjian antara pihak perbankan dengan nasabah. Dalam system keuangan syariah, keuntungan yang didapat bukan berasal dari tingkat suku bunga, melainkan dari bagi hasil usaha yang disepakati bersama antara pihak perbankan dengan nasabah. System seperti ini, kata Gde jauh lebih menguntungkan bagi nasabah. Bahkan bagi kreditur yang usahanya macet, kerugian tidak sepenuhnya ditanggung sendiri melainkan ditanggung bersama pihak perbankan sesuai dengan pernjanjian yang ada. Berbeda dengan Bank Konvensional, jika usaha tersebut macet maka seluruh kerugiannya dibebankan kepada kreditur. Selain itu, kreditur juga tetap diwajibkan membayar bunga atas dana yang dipinjamnya.
Lebih jauh Gde menyadari masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara utuh tentang Bank Syariah. Oleh sebab itulah, Bank Indonesia berinisiasi menyelenggarakan Indonesia Syari’a Ekonomic Festival (ISEF) dengan berbagai event. Dari event-event tersebut diharapkan muncul ide-ide baru terkait ekonomi syariah, sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi Bank Indonesia untuk mengembangkan system ekonomi syariah ini. (riq/sal)