Oleh: Lilis Sulistyo Wati, S.E
Pemerintah memutuskan impor jagung maksimum 100.000 ton tahun ini melalui perum bulog. Berikut beberapa alasan mengapa harus impor, untuk pakan ternak, impor sampai harga stabil, masalah distribusi jadi perhatian.
Menurut Sekretaris Jendral Kementrian pertanian Syukur Irwantoro, mengatakan kenaikan harga jagung salah satunya disebabkan oleh permasalahan logistik. Biaya yang mahal menyebabkan kenaikan tidak bisa dihindarkan. (detikfinance.com)
Dari beberapa alasan inilah maka dibutuhkan impor. Namun yang menjadi pertanyaan apakah dengan impor memang mensolusi kebutuhan jagung dan dinilai lebih ekonomis atau sebaliknya ada pihak lain yang diuntungkan?
Potensi Produksi Jagung VS Kebutuhan Jagung
Kementrian Pertanian (Kementan) memastikan produksi jagunh nasional 2018 dalam kondisi surplus. Dengan kondisi ini, pasokan jagung nasional juga dinilai melebihi pakan ternak. Begitu pula Kepala Pusat Data dan Sistem informasi Pertanian Ketut Kariyasa menyebutkan dalam 4 tahun terakhir produksi jagung telah meningkat secara signifikan. Bahkan Kabupaten Tojo Una Una ekspor 14.000 ton jagug ke Filipina. (kompas.com)
Terjadi perbedaan pendapat antara kementrian pertanian yang menyatakan kondisi produksi jagung yang surplus sehingga mampu mencukupi kebutuhan pakan ternak dengan penjelasan sekjen kementrian yang menjelaskan beberapa alasan agar kita impor jagung.
Inilah keanehan ketika kita mampu mengekspor 14.000 ton ke luar negeri, tapi disisi lain kita harus impor jagung hingga 100.000 ton. Seharusnya jika negara sangat membutuhkan jagung lebih besar, kegiatan ekspor jagung dihentikan terlebih dahulu, dari pada kita impor dalam jumlah yang sangat besar yang tentunya akan menambah pengeluaran negara.
Hakikat Impor
Menurut Adam Smith memang kegiatan expor dan impor dibutuhkan untuk menambah nilai Gross Domestic Bruto (GDP). Ketika GDP naik maka akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga semua negara yang memakai sistem ekonomi kapitalis pasti akan di dorong melakukan kegiatan ekspor dan impor. Begitu pula dengan negara kita.
Namun ironinya ketika negara berkembang atau miskin berlomba-lomba untuk expor padahal kondisi negara sangat membutuhkan barang tersebut maka secara otomatis negara akan melakukan impor barang yang sama bahkan bisa jadi impornya lebih besar. Seperti kasus impor jagung ini juga, negara mampu mengekspor logikanya negara berlebih dan tidak kekurangan. Namun pada faktanya tidak begitu kebanyakan negara mengekspor bahan mentah lalu dikelola oleh LN baik jadi barang lain atau dikemas dengan brand yang berbeda lalu dijual kembali kepada kita dengan harga yang lebih mahal.
Dari sini kebutuhan dana untuk impor pun jauh lebih besar dari pada keuntungan ketika expor. Hal ini jika dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan anggaran dana defisit sehingga untuk memutar roda perekonomian negara butuh suntikan dana dari luar. Dana tersebut bisa dari investor atau dari dana hibah yang notabene semuanya adalah hutang.
Inilah jebakan ekonomi kapitalis tak ada negara manapun penhanut ekonomi ini yang tidak terlepas dari ekspor impor, investasi, defisit anggaran dan ujung – ujungnya hutang. Bahkan negara adidaya pun juga terjebak hutang. Lalu siapa yang diuntungkan? Tentunya pemilik modallah yang diuntungkan. Oleh karena itu harapanya pemerintah lebih bijak dalam mengelola SDA kita, agar kita tidak sering impor. Bukankah negeri kita kaya gemah ripah loh jinawi? Kenapa harus impor?
Solusi Paripurna
Semua kebijakan pemerintah diharapkan tidak mendzalimi rakyat. Mengingat merekalah yang mengemban amanah besar dari Allah untuk mengurusi dan melayani rakyat. Tidak hanya dalam hal pangan tapi semua hal.
Islam telah memberi gambaran yang paripurna dalam mengelola SDA. Dimana ada depertemen khusus untuk mengurusinya dimana terdiri dari para ahli dibidangnya masing – masing. Terkait kebutuhan mesin atau alat teknologi yang dibutuhkan maka dihadirkan orang ahli dari luar yang digaji untuk membuatkannya, tanpa harus bekerjasama dengan negara asal orang tersebut dan dipastikan orang ini bukan mata – mata penjajah.
Kerjasama dengan luar negeri pun tidak diperbolehkan jika diketahui nyata – nyata mereka musuh atau penjajah. Begitu pula batasan untuk negeri yang belum bergabung dengan negara tapi ada kemungkinan menjadi musuh maka diberi hanya satu kali visa kunjungan dan tidak melakukan kerjasama.
Lalu bagaimana dengan kegiatan expor impor? Negara bisa mengekspor barang yang tidak berkaitan dengan persenjataan, boleh misal kain, buku, alat – alat elektronik, untuk bahan pangan dilihat kebutuhan rakyat dalam negeri, jika ada negara yang miskin dan membutuhkan negeri muslim membantu bukan menjual dalam rangka politik agar negara tersebut tahu bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.
Untuk impor diperbolehkan membeli alat – alat teknologi yang dibutuhkan tanpa ada kerjasama. Hal ini untuk menjaga keamanan negeri muslim dari penjajajan. Karna negara adala ra’in dan junnah, yakni penjaga dan benteng bagi rakyatnya. Sehingga keamanan dan kesejahteraan rakyat yang jadi prioritas utama.
Semoga dengan gambaran sedikit ekonomi Islam dan politik luar negeri ini menjadi gambaran betapa paripurnanya aturan Allah dan mampu menjadi contoh untuk perbaikan sistem ekonomi di negara kita, amin. Wallahu’alam bi sowab