RUMAH itu sederhana. Tampak seperti rumah-rumah lain di kanan-kirinya di Desa/Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Bedanya, ada sebuah motor trail yang diparkir di teras samping. Beberapa kursi ada di teras depan. Biasa untuk menerima tamu si empunya rumah.
Itulah rumah A’ak Abdullah Al Kudus. Pria ramah nan murah senyum itu adalah koordinator Laskar Hijau. Sebuah komunitas pecinta lingkungan di kawasan lereng Gunung Lemongan. Sejumlah vulkanolog menyebut Gunung Lemongan unik. Karena, letusannya bukan di puncak, tapi banyak di samping atau lerengnya.
Tidak heran bila Gunung Lemongan merupakan gunung berapi tipe maar (terdapat danau). Gunung ini terletak di dua kabupaten: Lumajang dan Probolinggo. Gunung ini memiliki 60 puncak. Terdapat sekitar 27 maar (orang setempat menyebutnya sebagai ranu). Ranu ini merupakan bekas letusan vulkanik ratusan tahun silam.
Tiga ranu terbesar adalah Ranu Klakah, Ranu Pakis, dan Ranu Bedali. Ketiganya masuk wilayah Lumajang. Sebagian ranu yang telah kering terletak di kawasan lereng utara Gunung Lemongan. “Keringnya ranu-ranu ini yang membuat Laskar Hijau berdiri,” ujar A’ak, mengawali perbincangan.
Alumnus Ponpes Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, ini, mengaku prihatin dengan keringnya ranu-ranu tersebut. Keringnya ranu di kawasan Lemongan memang tidak tiba-tiba. Semua sebab-musababnya berhulu pada satu hal: hutan dibabat habis.
Illegal loging merajalela di rentang 1998 – 2002. Sekitar 1,9 juta hektare hutan lindung di lereng Lemongan kritis. Dampaknya adalah debit mata air di sembilan ranu terus menyusut. Bahkan, Ranu Kembar yang terletak di Desa Salak, Randuagung, Lumajang, telah kering total.
Padahal, ranu-ranu ini sangat vital. Selain untuk mata air kebutuhan warga, juga untuk irgasi, perikanan darat, dan pariwisata. “Kalau dibiarkan, ranu-ranu di lereng Gunung Lemongan ini akan tinggal cerita saja,” lanjut pria berambut gondrong ini.
Mulai 2005 A’ak menggugah beberapa orang untuk terlibat dalam konservasi kawasan Gunung Lemongan. Dimulai dari teman-teman dekatnya. Berdirilah Laskar Hijau, komunitas yang hidup dengan ruh kesukarelawanan dan swadaya. Kegiatan Laskar Hijau didanai oleh pegiatnya sendiri.
Kegiatan pertama Laskar Hijau adalah penghijauan. Meski jumlah relawan masih berbilang jari, Laskar Hijau memulai kegiatannya dengan penghijauan. Bibit-bibit pohon dibawa ke lereng Lemongan. Ditanam di kawasan hutan yang sebagian besarnya telah gundul, tidak mudah merawat pohon-pohon tersebut.
Bila ada pohon yang mati, Laskar Hijau menanaminya lagi. Saat bibit pohon telah habis dan dana cekak, Laskar Hijau tak kurang akal. Anggota Laskar Hijau bergerak memunguti biji buah-buahan yang berserakan tong-tong sampah di pasar buah Ranuyoso atau Wates Wetan, tidak jauh dari Klakah. “Biji itu kami bawa pulang, lalu kami semai di polybag. Jika sudah tumbuh dan siap dilepas ke lahan, baru kami bawa ke hutan,” terang A’ak.
Jiwa raga anggota Komunitas Laskar Hijau telah tertanam di Gunung Lemongan. Apa yang terjadi dengan Gunung Lemongan, A’ak bersama anggota Laskar Hijau maju paling depan. Saat terjadi kebakaran hutan di musim kemarau, mereka bahu-membahu memadamkan api dengan alat seadanya. Ketika jalur pendakian penuh dengan sampah, Laskar Hijau melaksanakan Operasi Bersih Sampah.
Untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konservasi Gunung Lemongan, Laskar Hijau menginisiasi beberapa kegiatan kreatif. Pada 2006 -2010, Laskar Hijau menggelar Maulid Hijau. Kegiatan yang berlangsung beberapa hari ini digelar untuk memperingati Maulid Nabi dan penghijauan. Juga ada kegiatan lainnya untuk menyemarakkan acara, seperti pemutaran film tentang lingkungan, pentas seni rakyat, dan sebagainya.
Kegiatan kreatif lainnya adalah Rawat Ruwat Ranu. Kegiatan untuk menyambut Ramadan pada 2017 itu berisi pentas seni di atas ranu (panggung apung di atas air, Red) dan penghijauan. Seniman dan pengisi acara berasal dari warga lokal. Bahkan, ada yang sukarela datang dari Malang dan Probolinggo.
Pahit-manis, jatuh-bangun, pasang-surut sudah dilakukan Laskar Hijau belasan tahun lamanya. Niat baik tak selamanya berjalan mulus. Laskar Hijau harus menghadapi beberapa penentangan. Intimidasi yang dialami Laskar Hijau bermacam-macam wujudnya. Mulai dari perusakan pohon hasil penghijauan sampai perusakan posko Laskar Hijau.
Sebagian intimidasi itu telah dilaporkan ke pihak berwajib. Seorang dalang perusakan yang dilaporkan Laskar Hijau telah dihukum delapan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Lumajang. “Tetapi, kami terus memilih untuk menanam lagi pohon yang dirusak dan ditebang. Terus nandur (menanam, Red) pantang mundur,” tegas A’ak.
Hampir 15 tahun berkiprah, sudah ratusan relawan yang terlibat di Laskar Hijau. Tidak hanya dari Klakah dan sekitarnya, relawan itu juga datang dari berbagai kota. Dengan beragam latar belakang, mulai dari petani, pedagang, pegiat LSM, guru, sampai jurnalis. Mata air-mata air di lereng Lemongan terus mencurahkan isinya. Berpadu dengan makin tingginya pohon-pohon hasil penghijauan.
Sebagaimana pohon yang ditanam Laskar Hijau terus tumbuh di tengah paparan panas matahari, guyuran hujan, dan intimidasi tangan-tangan laknat, kebaikan akan menumbuhkan buah. Kiprah A’ak bersama para pegiat Laskar Hijau berbuah penghargaan SATU Indonesia Award 2010 Bidang Lingkungan Hidup dari PT Astra Internasional Tbk. Ini adalah penghargaan untuk para generasi muda Indonesia yang memiliki kontribusi besar kepada masyarakat. Menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat di berbagai bidang tanpa mempedulikan sorotan kamera dan kilat cahaya kamera.
Pada 2018, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengundang A’ak sebagai narasumber dalam Curah Pendapat Implementasi Revolusi Mental. “Bukan penghargaan dan apresiasi yang kami cari. Bumi yang hijau dan lestari untuk anak cucu inilah yang kami perjuangkan,” katanya.
A’ak menunggangi motor trailnya. Suara berderu membelah jalan setapak di kawasan hutan lereng Gunung Lemongan. Meliuki setapak sekitar 3 kilometer jauhnya di Desa Papringan, Kecamatan Klakah, di barat lereng Lemongan.
Motor trail itu berhenti di dekat tangga sebuah gubuk panggung berukuran sekitar 3 x 4 meter. Sebuah panci dan beberapa gelas teronggok di pojok gubuk panggung itu. Dari posko Laskar Hijau itu, A’ak memandangi lereng Gunung Lemongan yang bersemi hijau di awal musim penghujan ini.(hari setiawan). #KitaSATUIndonesia #IndonesiaBicaraBaik