Mahasiswa Unej Ciptakan Helm Pintar bagi Pengendara Motor
Kecelakaan lalu lintas telah menjadi salah satu pemicu kematian yang cukup tinggi di Indonesia. Tidak seimbangnya pertambahan ruas jalan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi membuat nyawa manusia serasa tidak berharga di jalanan. Diperlukan inovasi teknologi untuk mencegah tingginya akan kecelakaan di jalan.
MENYIMAK angka statistik yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016 lalu membuat bulu kuduk merinding. Bagaimana tidak, jalan raya telah menjadi semacam “killing field” manusia yang tengah menjalani mobilitas di jalan.
BPS menyebutkan, sejak 2007 sampai 2015 jumlah kecelakaan lalu lintas di jalan raya mencapai 802,11 kasus. Setiap tahun angkanya memang selalu berubah. Yang tertinggi terjadi pada 2011. Saat itu kasus kecelakaan mencapai 108 ribu kasus.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dalam laporan kamtibmas akhir 2017 lalu menyebutkan, jumlah kecelakaan lalu lintas pada 2017 mencapai 98.411 kasus. Jumlah ini turun 6 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 105.347 kasus.
Kapolri menyebutkan, jumlah tersebut berbanding lurus dengan jumlah korban meninggal dunia (MD), luka berat (LB), dan luka ringan (LR). Pada 2017, jumlah korban MD mencapai 24.213 orang. Sedangkan pada 2016 korban MD sejumlah 25.859 orang.
Demikian pula dengan jumlah LB. Pada 2017 mencapai 16.159 orang. Jumlah ini turun 29 persen bila dibandingkan 2016, di mana jumlah LB mencapai 22.939 orang.
Di Jember, angka kecelakaan lalu lintas selama 2017 mencapai 1.066 kasus. Atau, setara hampir tiga kejadian per hari. Jumlah korban MD mencapai 347 orang, LB 12 orang, dan LR 1.206 orang.
Dari puluhan ribu kasus kecelakaan lalu lintas, faktor pemicu terbesar disebabkan oleh kelalaian manusia atau human error. Persentasenya mencapai 35 persen. Sedangkan faktor kualitas kendaraan yang buruk, seperti rem blong, mencapai 31 persen.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dalam sebuah kesempatan tahun lalu, mengungkapkan, kendaraan terbanyak yang terlibat dalam kecelakaan adalah sepeda motor. Korban kecelakaan tertinggi pun para pengendara sepeda motor. Fatalitas yang tinggi di kalangan pengendara sepeda motor dikarenakan sebagian besar tidak mengenakan helm. “Yang tertinggi memang human error,” kata AKP Prianggo Malau, kasatlantas Polres Jember.
Yang lebih ironis, sebagian pengendara sepeda motor yang terlibat kecelakaan, lebih dari 50 persen tidak memiliki SIM. Padahal, SIM merupakan wujud pengakuan negara bahwa seseorang memiliki legalitas dan kompetensi berkendara. “Di Jember, yang ujian praktik ulang SIM sampai 10 atau 20 kali banyak. Tetapi, mereka tetap saja mengemudi motor. Kalau kena tilang, mereka beralasan SIM masih proses diurus,” sesalnya.
Menurunkan Produktivitas tanpa disadari banyak orang, fenomena tingginya angka kecelakaan lalu lintas ini menurunkan produktivitas nasional. Kerugian materiil yang terjadi akibat tingginya kecelakaa lalu lintas sangat tinggi.
Data BPS mengungkapkan, selama 2007 sampai 2015, jumlah kerugian materiil akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai Rp 1,82 triliun. Di Jember, jumlah kerugiaan materiil dari 1.066 kasus kecelakaan selama 2017 mencapai Rp 1 miliar.
Padahal, ketika membicarakan kerugian akibat kecelakaan lalu lintas tidak bisa hanya menyebutkan aspek materiil. Kerugian immateriil akibat kecelakaan lalu lintas tidak kalah tinggi.
Prianggo mengakui, korban kecelakaan lalu lintas terbesar di Jember berada di usia produktif, berkisar antara 21 sampai 35 tahun. “Jika menelisik lebih dalam, yang paling banyak menjadi korban adalah laki-laki karena mereka lebih banyak melakukan mobilitas di jalan untuk urusan pekerajaan,” ungkapnya.
Dengan demikian, ketika seorang laki-laki kepala rumah tangga menjadi korban kecelakaan, entah berakibat cacat permanen atau meninggal dunia, maka hancurlah produktivitas keluarga korban. Akan muncul anak-anak yatim baru. Hilanglah pilar mata pencarian keluarga. Dalam spektrum yang lebih luas, tentu fenomena ini bisa mengakibatkan menurunnya produktivitas nasional.
Bila tidak terselamatkan, akan bermunculan keluarga-keluarga baru yang lemah secara ekonomi, bahkan menjadi keluarga-keluarga miskin baru. Pada gilirannya, hal ini akan menjadi beban sosial bagi negara.
Mendesak, Inovasi Teknologi Lalu Lintas
Dengan melihat berbagai fakta tersebut, sangat mendesak bagi pemerintah untuk mendukung bagi munculnya berbagai inovasi teknologi untuk mencegah kecelakaan lalu lintas. Selain harus diimbangi dengan edukasi terus-menerus, pengembangan inovasi teknologi di bidang lalu lintas harus berjalan seiring.
Inovasi yang dilakukan tiga mahasiswa teknik elektro Universitas Jember (Unej) dalam mencegah kecelakaan lalu lintas, khususnya bagi pengendara sepeda motor, layak dikembangkan oleh pemerintah. Ketiganya itu adalah Kukuh Priambodo, Malikul Fanani, dan Iklil Sulaiman.
Semua berawal dari pengalaman pribadi. “Dulu saya bersama teman-teman pernah mengalami kecelakaan karena berkendara saat mengantuk dari Surabaya menuju Jember. Dari kejadian itu, lantas kami berpikir mencari solusi untuk pengendara yang mengantuk agar tidak sampai terjadi kecelakaan,” ujar Kukuh.
Maka, tercetuslah ide menciptakan helm pintar atau Hepinar untuk pengendara sepeda motor. Kukuh lantas menciptakan prototipe Hepinar. Lalu, pengembangan teknologi lainnya dibantu oleh dua rekannya yang lain.
Menurut Kukuh, Hepinar dirancang dengan berbagai penyempurnaan dari helm antikantuk yang sudah ada sebelumnya. Hepinar sudah dilengkapi dengan sensor otak dan denyut nadi. Karena itu, ketika pengendara sepeda motor terdeteksi mengantuk, micro controller yang ada di helm akan mengaktifkan vibrator. Helm pun akan bergetar. “Jika pengendara mengantuk, helm akan bergetar secara otomatis. Getaran itu akan membangunkan si pengendara,” terangnya.
Tidak hanya itu, Kukuh bersama rekan-rekannya berhasil melengkapi Hepinar dengan perangkat yang mampu mengurangi kecepatan kendaraan secara otomatis saat pengendara terdeteksi mengantuk.
“Jika pengendara mengantuk, helm akan bergetar. Setelah itu, secara otomatis kecepatan kendaraan akan berkurang sesuai dengan kecepatan tertinggi yang sudah disetel sebelumnya. Selain itu, lampu sein sebelah kiri juga akan menyala sebagai kode kepada pengendara agar segera menepi untuk beristirahat sejenak,” papar Kukuh.
Tidak hanya itu. Hepinar juga dilengkapi dengan tombol yang dapat mengirimkan pesan darurat. Jika tombol itu tertekan, helm akan mengirimkan pesan darurat ke nomer ponsel yang telah di-setting sebelumnya.
Saat tombol tertekan, baik ditekan secara sengaja ataupun tertekan karena adanya benturan (kecelakaan), helm akan mengirim SMS secara otomatis kepada keluarga. “Isi dari pesan tersebut adalah titik koordinat si pengendara yang terhubung dengan Google Map, sehingga keluarga bisa melacak keberadaan pengendara melalui GPS,” imbuh Kukuh.
Atas inovasinya, Hepinar telah berhasil mendapatkan tiga hak paten sekaligus. Yaitu, kontrol kecepatan, pengiriman SMS Gateway otomatis, serta tombol darurat. Dalam waktu dekat, inovasi teknologi yang ditemukan Kukuh dkk ini akan dipresentasikan dalam konferensi internasional di Istanbul, Turki.
Bagi jajaran Polri, kontribusi kalangan perguruan tinggi, baik dosen maupun mahasiswa, dalam melakukan inovasi teknologi di bidang lalu lintas bisa menurunkan angka kecelakaan. “Kami di Polri tentu berharap ada lembaga yang berwenang untuk menginisiasi bagaimana berbagai inovasi teknologi di bidang lalu lintas itu bisa didiseminasi secara luas. Lebih baik lagi bila ada inovasi yang bisa yang diproduksi masal dengan harga terjangkau, sehingga banyak yang merasakan manfaatnya,” harap Prianggo.
Inovasi Tingkatkan Daya Saing Bangsa
Inovasi-inovasi di bidang teknologi lalu lintas bukan tidak ada. Beberapa kementerian/lembaga (K/L) sudah beberapa kali mengadakan kompetisi inovasi teknologi di bidang transportasi, termasuk lalu lintas.
Tetapi, berbagai inovasi yang diciptakan masyarakat tersebut masih sporadis. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Jember (Unej) Prof. Achmad Subagio, PhD, mengatakan, diperlukan inisiasi lembaga terkait untuk mengonsolidasi berbagai inovasi teknologi di bidang lalu lintas tersebut. Inisiasi tersebut dinilainya amat mendesak untuk segera dilakukan.
Prianggo sendiri setuju dengan pendapat Subagio. Sebab, selama jumlah manusia dan kendaraan terus bertambah, persoalan di bidang lalu lintas tidak akan pernah berhenti bermunculan. Selasai satu masalah akan muncul masalah baru lainnya.
Sehingga, kata Subagio, sudah saatnya pemerintah melalui K/L terkait untuk menjalankan fungsi intermediasi berbagai stake holder di bidang lalu lintas. Kalangan perguruan tinggi, aparatur pemerintah, produsen alat-alat berkendara, serta perwakilan elemen masyarakat harus dipertemukan.
“Misalnya, ada sebuah inovasi untuk mencegah kecelakaan di jalan. Jika itu berupa alat, apakah memungkinkan diproduksi masal? Jika memungkinkan, siapa yang akan menjadi produsennya? Investasinya berapa? Jika nanti perangkat itu dijual, harganya berapa? Terjangkau atau tidak?” terang Subagio.
Pemerintah sendiri sebenarnya sudah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No 4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan di Jalan. Di dalam inpres tersebut disebutkan, ada lima pilar yang mesti berjalan seiring. Yaitu, manajemen jalan berkeselamatan, pengemudi berkeselamatan, kendaraan berkeselamatan, jalan berkeselamatan, dan penanganan kecelakaan berkeselamatan.
Karena itu, Subagio berharap, pemerintah segera mendorong agar iklim inovasi di bidang keselamatan lalu lintas terus berkembang. Selanjutnya, berbagai inovasi itu dikaji penerapannya di lapangan. Bila layak, maka pemerintah harus mendorong pihak swasta untuk bisa membantu penerapan inovasi teknologi tersebut.
“Misalnya, pemerintah memberi mandat kepada BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) untuk menginisiasi hal ini,” saran Subagio. Tentu, kata dia, BPPT tidak sendirian. Tetapi, didukung pula oleh jajaran Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian PU, dan sebagainya.
Bila angka kecelakaan lalu lintas bisa diturunkan dengan signifikan, dia berharap, produktivitas manusia di Indonesia meningkat. Gilirannya, sumber daya manusia sebagai salah satu pilar daya saing bangsa bisa meningkat kualitasnya. (set/sal)